Pintar-pintar ko bodoh

Masih karya Emha ainun najib. Mengenai pintar dan bodoh. Perbedaan yang relatif dan memang seperti itu kenyataan nya. 

Siapa bilang anak orang kaya pasti pintar dan anak
orang miskin pasti goblok. Memangnya Tuhan
bodoh! Kok bikin aturan begitu! Malah banyak anak Babe yang rendah kapasitas
kecedasannya, dan banyak anak Simbok-simbok yang cemerlang bukan buatan. Tapi itu tidak tentu.
Pokoknya terserah Tuhan bagaimana menentukan
tingkat potensi makhluk-Nya. Itu hak Dia
sepenuhnya. Dan lagi yang disebut pintar dan bodoh itu kan
relatif. Ada “pintar sekolahan”, ada “pintar
kehidupan”. Ada pintar yang bodoh, ada bodoh yang
pintar. Pokoknya tergantung soal dan tantangannya
apa. Tapi ada yang disebut matematika sistem. Ini bikinan manusia. Hasilnya bisa lucu. Yang
jabatannya tinggi, belum tentu lebih pintar dari yang
jabatannya lebih rendah. Yang mengurus X, belum
tentu ahli X. Yang bakatnya jadi guru baik, malah
jadi makelar motor. Yang bakatnya tukang kepruk
batu, malah jadi guru. Yang ahli tinju, jadi penguasa. Yang ahli kepemimpinan, malah jadi pemborong
jalan. Atau yang lebih matematis, begini. Si A bodoh dan
tak bisa melanjutkan sekolah. Si B pintar dan lancar
meneruskan sekolah. Kenapa si A bodoh? Karena orangtuanya miskin,
lingkungan pergaulannya ndeso, si anak tak bisa full belajar karena harus bantu kerja orangtua. Dan nanti
setiap kali harus naik sekolah, kondisi kocek amat
menghalangi. Ketika bayi ia tampak punya potensi
untuk jadi menteri, tapi kondisi sistem yang
membuat orangtuanya begitu, membuatnya nyahok di tengah jalan. Lain dengan si B. Sekolah di mana saja bisa.
Fasilitas berlebih. Bisa beli buku apa saja, bisa
punya koneksi aneka warna, dan bisa menyogok
dalam jumlah tak terkira. Itu hukum sistem. Tidak 100% begitu, tapi ia amat
menentukan sejarah manusia. Karena itu Jon Pakir
dan konco-konco berusaha mandiri dan “mengatasi” sistem sebisa mungkin. Memang berat. Tapi asyik. 

Secangkir Kopi Jon Pakir. Bandung: Mizan, 1992

Si kembar bodoh

Post a Comment