Suwung. Bag. 2



“Suwung” merupakan istilah masyarakat Jawa yang menggambarkan rasa hampa akan kesadaran diri dengan lingkungannya. Rasa hampa ini diartikan dengan kondisi kosong yang tidak mempunyai bentuk dan abstrak. Namun dalam masyarakat penganut paham sufi, suwung memiliki makna yang berbeda. Suwung mengandung makna kekosongan yang bernuansa pengendalian diri yang sempurna dan kesadaran sejati akan diri yang berkaitan dengan ketuhanan. Dalam konsep psikologi transpersonal, paham suwung kaum sufi merupakan sebuah pengalaman spiritual yang disebut peak experience. Peak Experience menurut Maslow dijabarkan sebagai suatu kondisi saat seseorang secara mental merasa keluar dari dirinya sendiri (Davis,2001). Sehingga melalui paham suwung ini, manusia dengan sadar dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan secara lebih bijaksana.

Menurut Maslow, untuk mencapai tahapan aktualisasi diri, manusia perlu untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup. Oleh karenanya penelitian ini dipisahkan menjadi tiga kelompok subjek penelitian; (1) kelompok penganut paham sufi yang masih belum terpenuhinya kebutuhan dasar hidup, (2) kelompok penganut paham sufi yang memenuhi kebutuhan dasar hidup dengan perjuangan, (3) kelompok penganut paham sufi yang memenuhi kebutuhan dasar hidup dengan mudah. Metode yang dilakukan adalah snow ball sampling sampai ketiga kriteria kelompok tersebut terpenuhi. Sedangkan metode keabsahan data dilakukan dengan tiangulasi significant other.

Metode penelitian ini adalah kualitatif fenomenologi dengan proses analisis data menggunakan interaksionis simbolik. Dalam prosesnya, peneliti melakukan wawancara mendalam sampai menemukan data jenuh.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari ketiga kelompok subyek mampu menerima suatu masalah dengan cara mengosongkan diri dan secara hakiki menerima Tuhan dalam kondisi apapun. Keadaan Narimo dan syukur menjadi dasar penyelesaian masalah bagi seluruh subyek. Selain persamaan itu, ada tiga perbedaan pola berpikir dari kelompok subjek penelitian dalam memecahkan suatu masalah. Pertama, manusia memecahkan masalah yang dihadapi dengan kepasrahan. Kedua, menyelesaikan masalah dengan cara berkompromi dengan fakta. Ketiga, menyelesaikan masalah melalui pencarian makna akan hidup.

Penelitian ini memberikan pemahaman bahwa, konsep aktualisasi diri tentang kebutuhan pokok hidup yang disampaikan oleh Maslow tidak berlaku secara heirarki bagi masyarakat yang mempraktekkan paham sufi. Pemaknaan mengenai suwungtidak hanya bisa didapatkan oleh orang yang sudah memenuhi kebutuhan dasar semata. Namun, oleh mereka yang mampu dengan sadar mengendalikan dirinya sendiri.

Kata "SUWUNG"  yang berasal dari bahasa Jawa ini mengandung makna paradoks. Bila kita membayangkan sebuah garis linier imajinatif, SUWUNG menduduki tiga titik yang berbeda-beda pada garis linier imaginatif tersebut. 

Pada titik yang paling dekat dengan imajinasi pikir kita, SUWUNG berarti gila, kurang waras“gendheng” atau  yang lebih populer disebut “kenthir”. Orang yang menderita gangguan kejiwaan sering mengalami hilang ingatan. Dia tidak tahu siapa dirinya, apa keinginannya, atau untuk apa dia hidup. Pendek kata, kesadaran akan diri dan lingkungannya tidak terdapat dalam dirinya alias SUWUNG atau gendheng itu tadi.

Pada titik yang lebih seimbang, yang terletak di tengah garis linier imajinatif ini, SUWUNG dapat dimaknai sebagai kosong, nihil, tanpa bentuk dan abstrak. Seseorang yang berada dalam kondisi SUWUNG, dia mengalami kenihilan dalam alam pikir dan kehendaknya. Kekosongan ini menjadikan dirinya netral, tidak berpihak, tidak berkemauan untuk menonjolkan diri, mengikuti arus, dan membiarkan segala yang berada di sekitarnya berjalan sebagaimana alam menghendakinya. Dirinya sendiri tidak ikut serta dalam hiruk pikuk di sekitarnya. Dia berdiam diri, berkontemplasi dan menyibukkan dengan diri sendiri. Kalau ada gejolak di luar, dia memahami namun tidak bereaksi.

Pada ujung garis linier imajinatif yang jauh dari kita, SUWUNG memiliki makna yang berkebalikan dengan titik yang terdekat dengan kita. Kata ini mengandung makna kekosongan yang bernuansa pengendalian diri yang sempurna dan kesadaran sejati akan diri.Seseorang yang berada dalam kondisi SUWUNG jenis ini, dia mencapai tahapan akhir dalam pengendalian diri yang  luar biasa dan mampu mengontrol diri secara sempurna sehingga dia mengetahui secara pasti kapan dia harus berbuat dan kapan dia harus menahan diri. Kesempurnaan pengendalian diri ini menjadikan dirinya memiliki kemerdekaan yang hakiki atas hidup. 

Manusia SUWUNG jenis ini mengetahui secara pasti peran dirinya dalam jagad semesta. Dia mampu menempatkan dirinya secara tepat. Dia menjalin komunikasi yang intens dengan diri sendiri, dengan manusia, tumbuhan, dan hewan, dengan semesta, dan juga dengan yang Maha Kuasa. Kekosongan ini membuat dia mampu mengendalikan nafsu, keinginan, dan hasrat ragawi manusia. Manusia SUWUNG jenis ini seperti seorang petapa yang proaktif. Pertapaannya tidak dilakukan di gunung tinggi, belantara sunyi, atau di gua yang dalam, tetapi di jagad raya yang hiruk-pikuk ini. Dirinya berada dalam kekosongan yang berisi, bahkan meluap dengan buah-buah kebajikan dan pelayanan yang nyata kepada sesama.

Post a Comment