Garut dan simpati pengungsi


Perjalanan kita sudah sampai di meja makan. Ketika riak air bandang bergemuruh meluluh lantakan penduduk garut. Nasib dipertemukan dengan bahasa kesakitan penerima takdir. Sementara kita menyantap makanan bersama anak istri di panggung pesta pengungsian mereka. Siapa bersimpati. Siapa berseteru dengan keadaan hiruk pikuk dan pilu mereka yang kehilangan rumah dan anak sampai ke harta sebagian di bawa ternyata tak begitu berharga. 
Begitu pedih kita menyaksikan di layar kaca. Begitu ajab di rasa, bagi mereka menilai itu ajab. Bencana adalah relaita kematian kedua. Bencana adalah perenungan di akhir perdagangan pahala kita dengan tuhan dan dimensi perlakuan amal perbuatan kita di pertanyakan. Malam bergerumun nyamuk dan cahaya pantulan lampu di tancapkan di bambu bambu kering. Obrolan mereka tak luput dari kemana anak dan istri dan bapak apakah masih terdaptar di orang hilang atau daptar di coret karena sudah di ketemukan. Sementara anak anak riang bermain dengan baju layak pakai yang mereka terima dari penyumbang organisasi atau komunitas peduli yang baik hati. Anak anak masih terhibur sementara dan tidak tahu apa apa. Kian malam kian ramai dengan berdatangannya truk truk pengangkut makanan dari berbagai organisasi baik dari partai yang ingin jamaah. Atau dari pemerintah yang kadang datang terlambat. Keinginan bersedekah masih tinggi kadarnya di negri ini. Tapi kadang menyisipkan tebar pesona yang ketahuan belangnya. Tapi masih di anggap biasa. Asal ada keutuhannya dan kebersamaannya. Renungan kita di ajak kembali ke masa lalu ketika bencana adalah ajab atau cobaan tergantung persepsi kita memandangnya dan tergantung amal kita menyikapinya. Garut menangis di sebrang sungai luapan berlumpur. Doa di panjatkan di seantero republik indonesia. Tapi ada juga yang lupa dan masih sibuk membiyayai persidangan mirna. Atau sibuk apa motip vidio porno di tayangkan di layar kaca pinggir jalan. Alangkah indah negri ini di pandang sebelah mata. Alangkah bersahajanya kehidupan sosial politik di saksikan penghuni hati berjiwa partai. Atau jiwa komunitas anak muda pengangguran. Ternyata air tak berhenti mengalir di sisa banjir. Tapi sudah surut dan mulai tampak bening. Sedikit menghapus air mata nusantara. 

1 Comments

Post a Comment