Bedanya apa sihh.... Tanpa tanda tanya


Kisah geormahdoh di kupas di warung kopi pinggir jalan, malam jumat dekat "pos keamanan kampung dari maling" atau di singkat 'poskamaling'. Kopi se gelas dan setengah bungkus roko murah mengambang di bale berliku sepert jalan raya cemplang - purwabakti. Dulu tapi..!  
Ia bertutur kata seakan kembali ke masa lalu. Kisahpun berlanjut, sementara aku diam diam kencing setelah dia mulai cerita. Dan wa joko diam sambil mengangah mendengarkan. Terdengar samar tapi jelas. Katanya. Dia guru saya. Tidak pernah mengenyam sekolah pendidikan menengah, sangat pandai dan daya nalarnya yang kuat sekuat batu karang di hempas masa demontrasi. Dia tidak bernama. Namun namanya harum setelah di wariskan tarekat ilmu oleh sang maha guru. Dia murni mengikuti paham ahli sunah wal jamaah atau NU. Entah murni terlena kitab kuning atau murni merasa paling mengerti  kitab putih.  Entahlah. Akupun kembali mendekati geormahdoh dan menyimak penuturan kisah masa lalunya. Dia melanjutkan sambil menyalakan rokok..... 'Suatu siang sesudah shalat jumat. Pengajian di gelar. Dan memang tiap hari jumat di gelar pengajian di kampung itu. Tak tahu kenapa saya ingin ikut pengajian hari itu. Tapi untuk menjadi bilah bilah ilmu yang semakin kusam aku harus ikut dalam hati berbisik. Akhirnya aku berjalan menempuh majlis yang tidak jauh berada di rumahku. Aku seperti biasa di pengajian saling ngobrol ngantuk dan ngopi. Ceramahpun di mulai. Namun di akhir pengarahan tentang pembacaan kitab kuning yang lupa apa nama kitabnya dia guru saya dengan lantang bicara " kalau bukan NU tidak akan masuk surga". Saya kaget. Hati saya meranjat menaiki kerikil kerikil tajam di tebing curam. Napas saya tersengal sebentar. Ini ngaji atau apa dalam hati. Saya memang bukan orang Muhammadiya tapi NU juga saya belum tentu. Kalau saya nanti masuk manaaa....!?. "Masih dalam hati".. Sampai pulang pengajian masih saya pikirkan. Pernyataan itu. Kaya dia si guru merasa akan masuk surga. Merasa akan masuk paling surganya padahal saya ingat seorang perek berkata. " neraka bukan untuk aku. Dan surga belum tentu jadi tempatmu". Mungkin bahasa itu yang cocok buat si ustadj. Geormahdoh menghela napas sambil meminum kopi hitam sedikit sejuk. 
Obrolan berlanjut...,,
Ini mengenai tatanan arah agama dan tradisi. Karena kemampuan kurangnya membaca situasi modernisasi. Islam itu agama benar. Islam tidak rubah oleh jaman. Dan islam tidak akan sakit mesti di koyak koyak isu sara. Tapi islam akan menangis ketika dua perbedaan saling merasa paling benar. Itu musibah dasar keturunan kaum ulama. Musibah dasar para tokoh yang mengaku dirinya tokoh. Musibah besar bagi tatanan pendidikan yang fleksibel dari masa ke masa. Seperti ilmu pegetahuan selalu berubah. Memang islam tidak berubah dan jangan di rubah. Tapi islam tidak ketinggalan jaman. Seharusnya para pemikir melemparkan pemahamannya ke arah bagaimana memyeimbangkan hukum yang semakin ke sini semakin mederita sakit kekurangan cairan. Entah itu cairan hukum baru atau cairan perenungan baru. 
Malam semakin dingin. 
Goermahdoh di sms istrinya di suruh pulang katanya istrinya sudah ga tahan. Diapun melangkah meningalkan kami berdua di poskamling. Menyisakan tanya yang besar terhadap perbedaan paham yang saling bertubrukan dari masa ke masa sampai aku dan wa joko meninggal dunia. Ini masih akan tetap terjadi. Aku jadi berpikir ulang mengenai hal ini. Aku jadi perantau di cerita perbedaan ini sejak lama. Tapi sudahlah. Tidak ada pemenang dalam perdebatan. Kecuali dalam perkelahian sampai mati. Tak ada pemenang dalam diskusi keagamaan. Hukum tidak berpihak pada ocehan paling jago di forum perdebatan panjang ini. NU dan Muhammadiyah itu islam. Saya juga NU tapi Saya juga Muhammadiyah. Terserah menilainya dari mana. Apakah dari tata cara sholat atau dari tatacara bacaan sholat. Hanya orang gila yang membedakannya. Gila buta hurup atau gila buta baca saya rasa sama aja. Semua sudah pada gila. 

Malam tahun baru islam. Oktober, 1. 2016

1 Comments

Post a Comment