Pagi ini saya sudah nongkrong di warung. Biasanya saya berangkat siang. Mungkin terbangun oleh keramaian ibu ibu posyandu yang punya kegiatan membagikan obat pencegahan kaki gajah. Posyandu masih tersisa dan patut disyukuri. Salah satu program kesehatan di pelosok pelosok pedesaan. Posyandu masih menjadi bagian keceriaan di tiap tiap bulan. Keramaian anak anak di timbang di ukur dan di kasih pengobatan alakadar. Indahnya desaku ini. Kalau di liaht dari sana. Tapi saya masih kepikiran wakil bupati yang belum ada.
Ibu ibu sudah mendampingi anak anak yang mau di antar ke sekolah. Sebagai kegiatan rutin tiap pagi. Pemandangan langka bagi saya. Yang sering bangun siang. Saya merasa rugi. Waktu terbuang sia sia. Seperti apapun pemandangan pagi ini. Seindah apapun. Tetap pikiran saya masih gelisah. Masih tersangkut dan bergelantungan di otak kanan dan otak kiri. Damainya desa bukan bagian dari keindahan pagi. Masih tersisa dan mungkin akan terus ada ketimpangan ketimpangan yang bukan bagian dari keindahan pagi ini. Tapi masih ada
Saya jadi terpikirkan orang tua si goermahdoh. Pahlawan dari semua pahlawan. Walau belum punya gelar pahlawan. Dia tidak merasa dan kitapun seharusnya jangan merasa. Ketika paling ingin diakui keberadaan kita di perubahan negri ini. Paling depan, paling berteriak, paling garang mimik muka. ketika demo di gelar. Tapi itu anak muda. Saya rasa tidak harus begitu.
Contohlah perjuangan ibu ibu posyandu tidak paling dan tidak paling lagi. Mereka bawakan perjuangan besar. Bahkan lebih besar jasa mereka dibanding aktifis demo.
Goermahdoh mendapat ilham dari bapaknya seorang guru ngaji plus petani.
Hujan telah turun di awal pagi....
Post a Comment