Sisi gelap dampak Tahun Politik




Dinamika beruntun disaat masa kampanye pilkada di kabupaten ini. Hari itu Sukanta sedang menjajakan dagangan lemari kecil atau disebut juga PETONG, melewati suatu wilayah dengan penduduknya kurang lebih luas dari ibukota, sepanjang perjalanan poster-poster berukuran lebar terpampang dan bendera partai berkibar dengan tiang pagar tanaman, poto salah satu calon berkelamin perempuan tersenyum lebar seolah-olah menyapa pedagang kecil, seorang yang bernama Sukanta, dalam hatinya terus menggerutu mengenai dinamika pesta demokrasi tahun ini. Sukanta berhenti di bawah pohon mangga berbuah lembaran lembaran kertas anti air bergambar visi misi calon bupati. teringat jelas dalam ingatan masa mudanya ketika sibuk jadi aktifis partai di negeri ini, berkorban tenaga dan waktu untuk sekedar di akui sebagai pendukung dan loyalitas pergerakan tanpa pamrih.

Panas terik menyapa sukanta bersama kenangannya. Terbayang anak istri menunggu nan jauh di rumah, terlihat arak arakan kendaraan berkawal patroli mengiring entah siapa. bermobil plat merah dengan kaca gelap tak terlihat dari luar, sejenak berpikir apakah seperti itu mobil pejabat yang ingin suara tapi ketika didalam mobil menyapapun enggan. bahkan mungkin lagi sibuk menempelkan ponsel di telinga, atau sibuk melihat pesan yang masuk dari pendukung atau mungkin dari Bank yang konfirmasi masuknya dana kampanyenya entah kapan, sukanta hanya sukanta, pengorbanannya dimasa muda mendukung partai politik sia-sia bahkan saat ini hanya sebagai pedagang yang kerap pulang tanpa hasil. bagi dia pengalaman mengajarkan pengorbanan yang berujung pedagang petong kayu damar.

Arti kesenjangan terasa di pundak Sukanta, berarak emosional setiap nada nafas di perjalanan. sudah tak lagi memikirkan kemenangan dan kekalahan, berdirinya tiang-tiang gantungan dalam jiwa yang siap menggantung harapan-harapan semu di tengah gejolak jiwa yang runtuh di telan do,a. semakin memuncak harapan yang tak bisa diraih, sedangkan hari semakin sore dan matahari semakin menyengat kulit pundak, sukanta ingin menjadi anggota dewan. tanpa kemenangan tanpa pencalonan dan tanpa persaingan, karena tidak ada unsur ingin mengabdi kepada rakyat, hanya ingin memperkaya diri sendiri.

Mimpi membeli pertokoan panjang berderet ratusan pakaian. apa yang bisa dikenang oleh dia yang egois dan ingin menang dalam kancah perang. sukanta pulang dengan tangan kosong. menjelang mandi sempat menyalakan TV dan menonton berita sore hari, berita tersiar, seorang calon Bupati di tembak di kepalanya oleh pelaku tak dikenal dengan menyamar jadi tukang becak, “untung tidak menyamar jadi tukang petong si pelakunya” ucap sukanta dalam hati.
Perang memang sudah dimulai. perjalanan sukanta masih menyisakan harapan dimasa lalunya, tapi lupa dimana ingatan itu di kubur, sejak kejadian hilangnya ingatan sebagian. 

Post a Comment