Sisi Gelap Tahun Politik



Mengawali hari di tahun pertama ini, mencari suara dan dukungan untuk kemenangan yang menjadi mimpi tak terbeli, laju mobil semakin cepat menempuh tol dalam kota sedang di sebuah rest area tepat didepan restoran siap saji sudah menunggu beberapa simpatisan sambil melemparkan sebuah rencana ditaruh diatas meja, berhalaman-halaman kertas penuh diagram dan hitungan perkiraan pemetaan wilayah jangkauan daerah hak pilih. mereka menunggu sang calon yang siap membayar kertas hasil copas.

malam itu, lampu malam redup di sepanjang jalan menuju taman kota, seorang ajudan membukakan pintu mobil mewah tepat dihalaman rumah besar dengan taman seluas lapangan stadion pakan sari. seorang lelaki setengah tua dan agak pendek kelaur dengan berpakaian kaos oblong putih dan celana pendek tidak sampai menutupi lututnya. dia berjalan menghampiri ajudan yang membungkuk tanda hormat sama atasannya. sementara di luar pagar bebrapa orang wartawan memotret menyilaukan mata para ajudan, hingga tampak kemarahan dimata mereka. 
Ada seorang yang hidupnya tidak dikenal orang banyak, hanya tahu segudang harapan di tahun ini yaitu Sukanta, dia berbisik dalam hati ketika beberpa teman bergadangnya membicarakan politik dan kesenjangan penduduk kota dan desa, mereka tahu apa tentang semua itu dalam hati, aku dulu menjawab pertanyaan dari segudang masaslah partai dan sekarang apa yang diraskan ?. hanya sebagai petani sayuran di tanah orang. mereka yang aku dukung hingga mati-matian sekarang di buru wartawan dan pasukan anti korupsi.

Sukanta masih ingat lima tahun yang lalu waktu di sebuah rest area kilometer 15 arah jakarta, sebuah restoran siap saji menunggu datang pembeli sebuah Dokumen yang katanya didapat dari survey lapangan, walau dia dan teman-temannya waktu itu tahu bahwa itu didapat dari salah satu lawan pembelinya. "tapi inilah bisnis di tahun politik” ucap salah satu teman sukanta yang berbadan kurus dan kerjaannya tukang demo di kabupaten yang katanya juga akan mencalonkan diri jadi Dewan tahun ini usungan Partai warna biru. dia adalah pimpinan kami waktu itu. dengan ambisinya dan keegoisannya tersimpan cita-cita picik ingin menguasai kursi yang belum dicuci. 

Malam kian larut dan sunyi di bulan menjelang hari raya umat islam. harga-harga naik tak terkendali dari otak-otak hingga telur, minyak juga seledri. sungguh sulit dirasa perekonomian tahun ini. sebuah gerobak sayur yang suka keliling kampung sekarang sudah pindah propesi jadi tukang pungut keong di sawah. karena harga beli sudah tidak sesui dengan harga jual, sementara harga sarden tetap mahal, walau di sebut-sebut mengandung cacing berprotein. tapi bagi sukanta, jangankan cacing, kalengnya aja kalau bisa dimakan pasti dia kasih ke yang jualnya untuk dimakan. namun yang paling jadi pertanyaan dalam hatinya yaitu siapa yang membunuh calon bupati yang dokumen-dokumen pemetaan wilayang daerah pilihnya yang dia ambil dan dijual ke calon saingannya itu lima tahun yang lalu.

Post a Comment