Pagi ini aku dibangunkan oleh Anak-anak sekolah yang pawai di jalan Desa sambil berteriak-teriak merdeka di hari Pahlawan, Anak-anak penerus bangsa dan ultimatum perang melawan kebodohan yang diteriakinya, atau hanya mengkuti perintah Tenaga Pengajar yang kemarin demo atau apalah namanya yang jelas bukan Guru, tanpa tahu arti dan sejarah hari pahlawan itu sendiri. Presiden Pertama RI mengatakan bahwa "jangan lupakan Sejarah" sejarah memang jangan dilupakan, tapi hari ini peringatan itu harus dimaknai dengan arti yang sebenarnya sesuai dengan keadaan jaman ini, peringatan boleh-boleh saja dilakukan karena itu tidak melanggar norma kesopanan walaupun sambil berteriak-teriak kaya suporter bola. namun semestinya kita atau pelaku peringatan mengulas kejadian dengan memberikan pengarahan atau pertemuan khusus mengenai apa yang di peringatinya. hingga makna di balik sejarah itu di ambil atau di jadikan contoh bagi para Murid di sekolah terutama semangat perjuangan mereka.
Bukan tidak mungkin, kalau ada kesempatan dan aku tidak bangun siang, mungkin salah satu diantara anak sekolah itu mau aku tanya tentang Jendral Malaby sebagai pemicu perang Pemuda di surabaya Pada tanggal 10 Nopember 1945 dan sekarang diperingati sebagai hari Pahlawan.
Brigjen Mallaby adalah seorang perwira muda eksekutif Kerajaan Inggris dengan karier cemerlang. Namun, siapa sangka, jenderal kelahiran 12 Desember 1899 itu tutup usia jelang ulang tahunnya ke-46 di Jembatan Merah, Surabaya, Jawa Timur.
Mallaby tewas mengenaskan pada 30 Oktober 1945. Dia tertembak dan mobil Buick yang ditumpangi meledak oleh lemparan granat, Namun, tewasnya Mallaby masih menyisakan misteri. Siapa penembak misterius tersebut tak pernah terjawab hingga sekarang, Beberapa pelaku sejarah pun tidak pernah tahu siapa yang menewaskan Mallaby.
Soemarsono, ketua Pemuda Rakyat Indonesia (PRI), seperti dicatat Hersutejo dalam Soemarsono: Pemimpin Perlawanan Rakyat Surabaya 1945 yang Dilupakan menyebut, saat berkeliling Surabaya, Mallaby didampingi Kapten H Shaw, Kapten RC Smith, dan Kapten TL Laughland.
Dua lokasi yang masih "panas" saat itu adalah Gedung Lindeteves di Jembatan Semut dan Gedung Internatio di Jembatan Merah.
Gedung Internatio saat itu diduduki tentara Sekutu di bawah pimpinan Mayor K Venu Gopal. Gedung tersebut dikepung sekitar 500 pemuda bersenjata. Ketika rombongan Biro Penghubung tiba di halaman gedung tersebut, massa segera mengerumuni.
Langsung dijelaskan bahwa gencatan senjata diberlakukan. Mereka patuh. Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan. Mobil baru bergerak sekitar 90 meter, sekelompok massa lain mengadang.
Ternyata, ini kelompok yang lebih beringas dan tidak kooperatif. Pedang dihunus, pistol dan senapan diacungkan. Lebih jauh, senjata para perwira Sekutu disita. Gagal upaya anggota Biro Penghubung untuk mencegah.
"...massa pemuda menuntut pasukan Inggris di Gedung Internatio meletakkan senjata dan berbaris keluar. Mereka berjanji, para prajurit dan perwira Inggris bebas kembali ke lapangan udara," kata Smith seperti dikutip J.G.A. Parrot dalam laporan penelitian berjudul Who Killed Brigadier Mallaby? yang dimuat di jurnal Indonesia edisi 20 Oktober 1975.
Smith, Mohammad, dan Kundan masuk. "Saya mengizinkan ketiga orang tersebut masuk, dengan harapan mengulur waktu. Setelah beberapa waktu, Kundan keluar dari Gedung, meninggalkan Kapten Shaw dan perwira Indonesia tadi..." tulis Gopal dalam suratnya tertanggal 8 Agustus 1974 ke Parrot.
"Sementara, orang-orang bersenjata mulai mendesak masuk ke gedung, saya tidak punya pilihan lain, kecuali mengawali serangan. Keputusan ini benar-benar saya buat sendiri,” lanjut Gopal.
Baku tembak meletus. Menurut Smith, tak lama kemudian datang seorang Indonesia bersenjata mendekati mobil dan menembak empat kali ke arah mereka. Tembakan meleset, tapi mereka berpura-pura mati. Menyangka musuhnya tewas, orang tersebut pergi.
Pertempuran berakhir sekitar pukul 20.30. Sesudah itu, lanjut Smith, datang dua pemuda ke mobil. Mereka berusaha menjalankan mobil, tapi gagal. Seorang di antaranya kemudian membuka pintu belakang pada sisi Mallaby. Sang jenderal bergerak, yang membuat pemuda itu tahu Mallaby masih hidup. Terjadilah percakapan.
Mallaby meminta agar dipanggilkan salah seorang anggota Biro Penghubung dari Indonesia. Kedua pemuda kemudian pergi.
Salah seorang di antaranya datang kembali ke pintu depan pada sisi Mallaby. Perbincangan kembali terjadi. Mendadak pemuda tersebut mengulurkan tangannya lewat jendela depan dan menembak Mallaby dengan pistol. Jenderal itu meregang nyawa.
Melihat kejadian tersebut, Smith mencabut pasak granat yang diterimanya dari Laughland. Si pemuda bereaksi dengan menembak kedua perwira Inggris itu. Tembakannya menyambar bahu Laughland.
Smith segera melemparkan granat melampaui tubuh Mallaby lewat pintu yang terbuka. Smith dan Laughland cepat-cepat lari dan terjun ke Kali Mas.
Akibat ledakan granat, tempat duduk belakang mobil terbakar dan pemuda itu diduga tewas. Setelah beberapa jam di Kali Mas, kedua perwira Inggris itu berhasil bergabung kembali dengan pasukan mereka.
Kematian Mallaby menyebabkan Mayor Jenderal EC Mansergh, pengganti Mallaby, mengeluarkan ultimatum kepada pasukan Indonesia di Surabaya pada 9 November 1945 untuk menyerahkan senjata tanpa syarat.
Namun, ultimatum tersebut tak pernah dipenuhi. Pada 10 November 1945, pecahlah Pertempuran bersejarah karena pihak Indonesia tidak menghiraukan ultimatum ini.
Sumber By : Buku sejarah yang jarang dibaca
ni cerita yang gk pernah di masukan dalam pelajaran sejarah di sekolah
ReplyDeletejangan lupa ya kunjungi juga
https://looperday.blogspot.com/
Post a Comment